Jumat, 22 Maret 2013

Sisi Lain Mahasiswa Indonesia di Lebanon

Sisi lain mahasiswa lebanon 
      Lebanon, negara kecil yang mempunyai luas 10.452 km² dan berpenduduk kurang dari 4 juta jiwa ini terasa sempit dengan kehadiran 36 mahasiswa Indonesia sejak tahun 2006. Agak berlebihan memang, tapi mahasiswa-mahasiswa ini membawa segudang kelebihan yang tidak akan dijumpai di Lebanon. Beragam suku, bahasa dan budaya mahasiswa Indonesia ini, menjadi sebuah keunikan tersendiri bagi masyarakat Lebanon. Mereka akan terkejut kalau di Indonesia, perbedaan bahasa (bukan logat) merupakan sesuatu yang sangat biasa. Mereka akan tidak percaya kalau satu daerah mempunyai bahasa yang berbeda. Dan juga, Lebanon yang hanya mempunyai 3 etnis (Arab, Armenia dan Kurdi) akan terkaget-kaget kalo Indonesia mempunyai ratusan suku (±491 suku).Dengan segala keunikan mahasiswa Indonesia ini, mereka mempunyai cerita-cerita yang berbeda mengenai Lebanon. Dari sebelum menjajakkan kaki di bumi Lebanon sampai yang sudah pernah tersesat di antara bangunan-bangunan aneh peninggalan bangsa Phoenician.
Info Lebanon di Indonesia
“sebuah Negara konflik, kacau dan penuh dengan kerusuhan”,
“Negara yang masih terluka akibat perang 2006 dengan israel”.
Memang menjadi sebuah realita bahwa media memang begitu dominan dalam membentuk opini tentang sesuatu hal. Banyak dari mahasiswa yang mencari informasi tentang Lebanon sejak di Indonesia, kadangkala berita yang mereka terima tidak sama persis dengan realita yang ada. 2 informasi tersebut diatas diterima oleh 2 teman kita; Muli dan Nabil, sebelum menjejakkan kaki di Lebanon.mungkin mereka terkejut, bagaimana informasi yang mereka terima bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Bagaiman situasi konflik, kacau dan penuh kerusuhan serta sisa-sisa perang 2006 tidak mereka temukan… malah sebuah kota Beirut yang indah dengan Downtown serta Rouchenya yang begitu menawan dan menggoda….. apalagi….apalagi….Bayangan lebanon seperti Negara timur-tengah lainya yang begitu Islami; baju gamis, cadar, banyak orang alimnya, dan kebudayaan Islaminya, dialami oleh sebagian besar mahasiswa Indonesia yang datang ke Lebanon, mungkin bukan hanya terperangah atau tidak percaya tapi mungkin salah satu dari mereka ada yang terserang jantungan ketika melihat perempuan berparas cantik berlenggak lenggok layaknya berjalan diatas catwalk.Coba tengok apa yang dikatakan vijar: “Sebuah Negara islami yang lebih islami dari Indonesia”. hal serupa juga dikatakan oleh Mustofa, Sasmita dan yang lainya. Bahkan sasmita membuat statement yang mungkin tidak akan dia kemukakan kalo seandainya dia tidak datang ke Lebanon, yaitu:”Penduduknya kurang baik dalam segi pakaianya!!”. Beda dengan Beddu, dengan lugas dan tak tahu malu, mengatakan: “Nothing special tentang Lebanon!!!” Namun semua realita yang mereka temukan diatas, tidak mengubah niat awal mereka, bahwa mereka datang ke Lebanon hanya untuk menuntut ilmu.”Bagaimanapun keadaanya, kita harus belajar dengan giat dan tekun karena kita adalah pemuda harapan bangsa, agama, serta umat Islam di Dunia” demikan dikatakan oleh Musthofa.

Kesan Pertama
      Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. Hmm… ini merupakan hal yang biasa. Nah, bagaimana kalo sebaliknya??? rasa sedih, kecewa, bergelayutan dimana-mana, hal serupa dialami oleh salah satu teman kita dari Dar-Fatwa, bahkan karena rasa kecewa tersebut sempat terbesit olehnya keinginan untuk pulang. Lain Mustofa lain Muli, pernyataan unik keluar begitu saja dari benak muli,”kaget!!” dengan kondisi Lebanon yang sangat liberal dibandingkan dengan Negara-negara arab lainnya. Memang kehidupan Lebanon yang begitu eropa memperdaya wisatawan manca, namun bagi kita yang notabene orang timur, yang “medok” dengan ketimuranya, merasa bahwa gaya hidup disini kurang baik bagi kita, Mungkin dari kondisi liberal itu menjadikan gaya hidup yang kurang baik bagi orang timur. Hal itu juga diamati oleh John KartaSasmita melihat bahwa Lebanon itu “Paris”-nya timur tengah, sehingga lifestyle disini dinilai kurang baik dan tidak cocok dengan kehidupan timur. Tetapi hati Bang Vijar berkata lain. “Paris”-nya timur tengah, Negara yang liberal, danlifestyle yang dinilai kurang baik tidak menggoyahkan perasaan bahagia dan rasa syukur karena mendapatkan kesempatan belajar diluar negeri, cerita Abang dari Aceh ini. Sedangkan perasaan aneh yang diceritakan Beddu membuat sang wartawan tertawa cekikikan. “Sama aja seperti Indonesia! Panas! Lengket! Keringatan!” hal tersebut dirasakan ketika menginjakkan kaki pertama kali di Lebanon pada musim panas, dan belum mengerti bagaimana Downtown itu. ^^Jika semua itu dilakukan tanpa perasaan sabar, maka bukan hal yang tidak mungkin mereka-mereka ini sudah angkat koper dari negeri yang indah ini. Tapi memang pelajar-pelajar di Lebanon merupakan pelajar yang berkualitas dan bermutu tinggi, sehingga mereka bisa bertahan di Lebanon dengan berbagai macam godaannya.

Yang menarik di Lebanon
      AK 47? M39 20mm canon, Heckler&Koch PSG-1(semacam sniper), Israel? Bom? Cadar? Itu lah yang menjadi wacana heboh oleh masyarakat di Indonesia. Itulah statement yang diklaim oleh masyarakat tentang Lebanon. Setiap mendengar kata Lebanon, orang berfikir tentang perang dan kerusuhan. Di Lebanon terdapat hal yang menarik tentang perbedaan. Keanekaragam paham idealisme salah satunya, hampir dari semua paham idealis itu ada di Lebanon. Tapi jangan salah dong, walaupun Lebanon itu habis perang, masyarakat disini baik, enak, have fun, santai, dan tidak keras. Bahkan recovery pasca perang tidak memakan waktu yang lama. Ucap satu-satunya PPIwati di Lebanon yang bernama lengkap Mustika Larasati Hapsoro.Lebanon itu serba ada, mau kepantai dekat, kegunung dekat, ke mall dekat, mau kemana aja dekat. Ada pula faraya, gunung yang bersalju ketika musim dingin datang, hanya dengan waktu kurang lebih 2 jam dari Ibukota kita sudah tiba di tempat favorit salah seorang pelajar ketika ditanya tentang hal apa yang menarik dari Lebanon. Gunung-gunung yang lain pun juga menjadi salah satu hal yang menarik di Lebanon, ketika andasatnite di pantai Rouche, kita bisa melihat indahnya gunung yang bergemerlapan di atas sana. Tambah beddu, yang menjadikan gunung di Lebanon suatu hal yang indah, unik dan spesial.Lebanon, banyak orang bilang asal dari nama Lebanon itu dari kata “laban” atau dalam arti Indonesianya “susu”. Hal itu disetujui oleh aziz mustofa yang mengatakan dengan tegas bahwa hanya “yang putih-putih” seperti susu dan “yang bening-bening ” di Lebanon adalah hal yang paling menarik, selainnya, TIDAK!”.

Kenapa Kuliah di Lebanon??
      Banyak pelajar Indonesia di Lebanon yang mengatakan bahwa sekolah di Lebanon itu sudah menjadi garis hidupnya dan tidak bisa diganggu gugat. Belajar dimana saja itu bukan masalah, yang penting niatan kita belajar itu untuk mencari ridhlo-Nya. Pernyataan yang simpel diucapkan oleh nabil bahwa “seandainnya saya kuliah di Mesir, dimana-mana orang Indonesia, kalau di sini, saya bisa bertemu dan berinteraksi langsung dengan masyarakat arab.”Berbeda dengan sasmita, dia mengambil pengertian yang mana Lebanon itu mempunyai julukan “Ibukota buku-buku di dunia”. Maka hal ini mendorong untuk kuliah di Lebanon.Tapi alasan beddu sekolah disini, karena dia mendapatkan peluang yang sangat bagus dan tidak bisa ditolak. Apalagi mendapatkan fakultas yang sesuai dengan kegemarannya, yaitu otak atik computer. Karena kesempatan tidak datang 2 kali.

Perbedaan kuliah Lebanon vs Indonesia
      Seorang ibu mempunyai metode tersendiri untuk mengajarkan sesuatu ke anaknya, yang pasti berbeda dengan ibu yang lain. Sama seperti pendidikan, di setiap wilayah mempunyai perbedaan dalam pendidikannya. Vijar wadi sempat curhat ke redaksi bahwa kalau model pendidikan yang dirasakannya benar-benar mengandalkan hafalan. Sedangkan di Indonesia sudah menggunakan teknologi yang lebih maju. Tapi sistem pendidikan yang dirasakan Beddu dan Muli berbeda, di kampus mereka menggunakan sistem SKS. Jadi dalam proses pembelajarannya sudah terfokuskan dan tidak terlalu ribet. Permasalahan bahasa juga sangat berpengaruh disini, kita bukan orang arab, bahasa resmi kita bahasa Indonesia, sedangkan penyampaian materi di sekolah menggunakan bahasa asing. Teman-teman Dar-Fatwa, Dakwah, dan Jami’ah ‘Alamiyah menggunakan bahasa arab sebagai bahasa pengantar. Sedang dari Global University dan Lebanese American University. Menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Hal ini justru mendorong semangat kita untuk semakin belajar tentang bahasa asing agar lancer dalam berkomunikasi di lingkungan sekolah.Ada yang menarik dari pernyataan Muli bahwa di Lebanon, meskipun para pelajarnya nongkrong, gaul, suka jalan namun masih benar-benar focus terhadap pelajaranya, masih menomorsatukan pendidikannya, hal ini menurut dia sangat bertolak belakang dari apa yang dilihatnya saat masih di Indonesia.Salah seorang lulusan pesantren Bahrun Ulum berkata bahwa jika kita sekolah di Indonesia dengan biaya sendiri, kita pasti bisa belajar santai dan seenaknya. Tapi apabila kita sekolah di luar negeri dan itu semua dari beasiswa, tuntutannya sangat besar. Hal itu menjadi tekanan kepada kita untuk selalu menghasilkan yang terbaik, tapi dengan cara yang positif.

Biaya Kuliah
      Biaya hidup di Lebanon bisa dikatakan 4 kali lipat daripada di Indonesia. Percaya atau tidak, kalau kita lagi jalan-jalan lalu kita selalu mengkurskan biaya yang kita keluarkan dengan rupiah hasilnya kita tidak akan sampai kemana-mana. Mau beli air 1500LL = Rp. 9500, mau naik angkot 1000LL = Rp. 6200 dsb. Mending dibelikan bakso di Indonesia hahaha….Tingginya biaya hidup di Lebanon ini, membuat para mahasiswa berpikir ulang jika meneruskan sekolah di Lebanon tanpa beasiswa. Untungnya, KBRI Beirut mulai tahun 2006 membuka kerjasama pendidikan dengan berbagai lembaga pendidikan umum dan agama yang memberi peluang bagi mahasiswa yang ingin kuliah disini. Boleh dikatakan 99% pelajar Indonesia di Lebanon kuliah dengan beasiswa, baik itu beasiswa penuh maupun tidak. Bagi mahasiswa yang bukan beasiswa penuh, harus mencari uang saku sendiri. Ada yang menunggu kiriman dari rumah, ada yang aktif dalam band, dan ada juga yang berwirausaha. Seperti Mujib dkk yang berkreasi dengan tahu dangdutnya.

Hambatan yang di Hadapi
      Seringkali kita temukan gesekan dikarenakan perbedaan kultur dan budaya, masalah sekecil apapun akan menjadi besar karena perbedaan tadi membuat kita berbeda dalam melihat suatu masalah. Teman-teman kita yang dari mahasiswa Kuliah Dakwah sering berselisih dengan teman sekamar gara-gara budaya ngobrol malam, demikian yang dikatakan saudara vijar dan diamini oleh seniornya, Nabil, akibatnya konsentrasi belajar menjadi buyar. Bahasa, merupakan salah satu hambatan yang banyak ditemui oleh mahasiswa baru disini. Walaupun mayoritas mahasiswa datang dari pondok pesantren yang notabene bergelut dengan bahasa orang-orang arab ini, namun hanya membaca dan menerjemah saja, dan bukan mendengar apalagi berbicara secara langsung. “Keadaan ini” kata sasmita,”lambat laun bisa diatasi seiring berjalanya waktu belajar dan tinggal di Lebanon”. Kalau kita mau aman dan tenang tanpa takut dikejar-kejar polisi imigrasi di Negara orang, kita harus mempunyai surat izin tinggal resmi. Satu-satunya kekurangan inilah yang diutarakan Beddu saat menceritakan hambatanya ketika di Lebanon. Untuk saat ini, menurut dia, kalau ingin mempunyai izin tinggal harus keluar dari Lebanon dulu, dan setelah itu mengambil visa baru sebagai pelajar. Lain beddu lain Muli, bukan masalah izin tinggal, malah suatu hambatan yang ditemukanya karena rencana transfer kuliahnya ke Singapura. Saat ini muli kuliah di Lebanese American University (LAU). Menurutnya, kalau keinginanya transfer kuliah ke daratan eropa atau amerika akan mudah, namun untuk proses transfer ke universitas di asia sangat susah. Terkadang kita bisa menghadapi hambatan-hambatan yang ada, hanya dengan mengembalikan semuanya itu kepada diri kita, menurut Musthofa Aziz: “adanya hambatan dan masalah bermula dari kita sendiri, kalau kita merasa nyaman, hati tenang, enjoy dengan permasalahan yang ada, kegiatan belajar yang memusingkan menjadi enak dan nyaman.

Teroris
      Hmm…. Teroris lagi, teroris lagi…. Kayak nggak ada yang lainya… namun bagaimana posisi mahasiswa Lebanon tentang masalah ini??? Nabil dan Beddu sepakat:”Menurut kami di lebanon itu nggak ada teroris, mereka kan hanya melindungi diri mereka sendiri, apalagi sebagian tanah mereka di caplok oleh pihak “yang lain”. Lah, media lah yang membentuk opini behwa mereka itu gerakan teroris”. Tidak jauh beda dengan yang dikatakan mereka, Muli menambahkan bahwa sebutan teroris yang ada di Lebanon kurang pas, karena posisi mereka sebagai pembela Negara, karena kekuatan resmi milik Negara Lebanon (LAF) yang kurang memadai. Sebagai tholib syar’iy (pelajar ilmu agama) di Negara konflik, kadang kita merasa was-was dengan predikat “agen teroris” yang mungkin akan kita terima nanti sewaktu balik ke Indonesia. Namun asumsi ini dienyahkan oleh pernyataan Sasmita,”Lebanon sendiri memang negara konflik, namun bukan negara sarang teroris. Hal ini sebenarnya diciptakan oleh media-media barat untuk memojokkan dan menghancurkan Islam.” Dia menambahkan bahwa untuk menepis semua ini, “kami mahasiswa Indonesia siap membuktikan bahwa Lebanon bukan sarang teroris dengan etika dan tingkah laku kita, karena apa yang kita pelajari disini, tidak jauh beda dengan yang kita ambil di Indonesia, perbedaan metode dan sistem pengajaran serta bahasa pengantar saja yang membedakan!!!”. Musthofa Aziz memberi pernyataan unik tentang ini:”masalah tentang teroris, tempat teroris, sarang teroris tidak ada masalah buat saya, karena niat kita kan untuk belajar dan bukan menjadi seorang teroris. Dan kalau pulang kita dituduh sebagai teroris yaa gak masalah, yang penting kita bukan teroris, gitu aja kok repot!!, masalah konflik, hidup dan mati itu masalahnya Allah.

Kerasan gak??
      “Betah banget” by Sasmita. Dia memberi tips agar sesering kali telfon ke Indonesia, paling tidak sebulan sekali. Sering kumpul sama temen2, silaturrahmi ke bapak2 KBRI, ibaratnya mereka kan orang tua kita disini yang selalu membimbing dan memberi nasehat. Keadaan ini juga tidak jauh beda dengan apa yang dirasakan Musthofa Aziz, “Kerasan dan buetah tenan”, dia menambahkan;”supaya kerasan hanya sabar tipsnya dan bulatkan tekad serta niat untuk menuntut ilmu karena-Nya”. Nabil menambahi:” kerasan??saya sudah terbiasa dengan suasana kayak begini, dalam kamus saya, rindu itu tidak ada. karen pengembaraan saya ini hanya saya niatkan untuk mencari ilmu, tipsnya?? kita kembali ke niat kita!!”dan juga, “kita disini kan seperti keluarga, ada bapak, ibu, saudara2, saya merasakan kedekatan temen2 disini sebagai keluarga, dengan kata lain, teman2 saya disini adalah keluarga saya”. Beddu: Kerasan gak yah??? Kerasan sih nggak… tapi nggak betah juga nggak… misalnya kayak gini kita lagi kangen ada aja feeling kangen datang tiba2. Ato sebaliknya… kalo lagi bête, pasti disana ada suasana yang bikin kerasan disini……. Tipsnya: buka computer dan olahraga jari sampai pagi. Itulah sisi lain kehidupan mahasiswa Indonesia di Lebanon, bukan hanya bergelut dengan permasalahan tentang mata kuliah, namun juga persoalan hidup dan perut terus membuntuti niat suci mencari ilmu mereka. Semoga Allah SWT selalu membantu, meridhai, melindungi, mengawasi, memberi rizqi, dan tak lupa member jodoh kepada meraka. Amiinnn…..
(redaksi Majalah PPI’s COVER Edisi Perdana)

Daftar responden:
1. Moh. Nabil, mahasiswa Kuliah Dakwah tk. 2.
2. VIjar Wadi, mahasiswa Kuliah Dakwah tk 2.
3. Mustika Larasati Hapsoro, mahasiswi Lebanese American University semester 3.
4. Sasmita, Jamiah Al-Azhar Beirut kelas bahasa.
5. Musthofa Aziz, Jamiah Al-Azhar Beirut kelas bahasa.
6. La Ressa Beddu Kulasse, Mahasiswa Global University tk awal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar